Monday 13 April 2015

pembelajaran afeksi dalam proses pendidikan karakter

PEMBELAJARAN AFEKSI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Dalam undang-undang no.20 tahun 2003 pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfuungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk waak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik,agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,berakhlaq mulia,sehat berilmu,cakap keratif,mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan ketrampilan. Afektif berhubungan dengan nilai,yang sulit diukur,oleh karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalm batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavorial,akan tetapi penilaianya untuk sampai pada kesimpulanya yang bisa di pertanggung jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menrus,dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan,apa lagi menilai perubahan sikap sebgai akibatdari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah. Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa anka itu baik, misalanya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1   Hakikat Pendidikan Nilai Dan Sikap
Diatas telas dijelaskan bahwa sikap afektif erata kaitanya dengan nilai yang di miliki seseorang. Sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki. Oleh karena itu, pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai.
Nilai aalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang bersiffat tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang  empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik buruk, indah atau tidaknya,layak dan tidaknya dan lain sebagainya. Pandangan seseorang tentang hal itu tidak bisa diraba , kita mungkin hanya mungkn dapat mengetahui dari perilaku yang bersangkutan . oleh karena itu nilai pada dasarnya standar perilaku,ukuran yang menentukan atau kriterian seseorang tentang baik atau tidak,dan lain sebagainya,sehingga standar itu mewarnai perilaku sesorang. Dengan demikian pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan. Oleh karena itu siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku.
Ada 4 faktor yang merupaka dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu,yaitu:
a.       Normative. Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk,yaitu;(1) kepatuhan terhadap norma itu sendiri,(2) kepatuhan terhadap proses tanpa memperdulikan normanya sendiri,(3) kepatuhan terhadap hasilnya.
b.      Integralistic. Yakni kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan rasionalis.
c.       Fenomenalis, yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa basi.
d.      Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.
Dari ke empat faktor yang menjadi dasar kepatuhan setiap indifidual tentu saja yangkita harapkan adalah kepatuhan yang bersifat normatif,sebab kepatuhan semacam iru adalah kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai,tanpa memperdulikan apakah perilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.
Selanjutnya dalam sunber yang sama dijelaskan ,dari empat faktor ini terdapat lima kepatuhan,yaitu:
a.       Conformist, kepatuhan ini mempunyai tiga bentuk yaitu;(1) conformist directed, yaitu penyesuain diri terhadap masyarakat atau orang lain. (2) confirmist hedonist, yakni kepatuhan yang berorientasi pada untung rugi. (3) conformist integral, adalah kepatuhan yang menyesuaikan kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.
b.      Otoritarian. Suatu kepatuhan tanpa reserve atau kepatuhan yang ikut-ikutan.
c.       Compulsive deviant, yaitu kepatuhan yang tidak konsisten.
d.      Hedonic psikopatik, yaitu kepatuhan terhadap kekayaan tanpa mempertimbangkan kepentingan orang lain.
e.       Supra moralis. Kepatuhankarena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.
Dalam masyarakat yang cepat berubah seperti dewasa ini pendidikan anank merupakan hal  yang sangat penting . hal ini disebabkan pada era globalisasi dewasa. Anak akan dihadapkan pada banyak pilihan tentang nilai yang dianggapnya baik. Pertukaran dan pengikisan nilai-nilai suatu masyarakat ewasa ini akan  mungkin menjadi secara terbuka. Nilai-nilai yang idanggap baik pleh suatu kelompok masyarakat bukan tak mungkin menjadi luntur digantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan budaya masyarakat.
Nilai bagi seseorang bukanlah statis, akna tetapi selalu brubah. Setiap seseorang akan menganggap sesuatu itu baik sesui dengan pandangannya saat itu. Oleh sebab itu, maka sistem nilai yang dimiliki seseorang itu bisa dibina dan diarahkan. Dan jika nilai agama yang dianggap paling benar maka nilai-nilai yang lain akan mengikuti nilai agama tersebut. Dengan ini sistem nilai seseorang sangat bergantung dengan apa yang dianngapnya paling benar,kemudian sikap itu akan mengendalikan perilaku orang tersebut.
Pernyataan kesenangan dan ketidaksenangan seseorang terhadap objek yang di hadapi ,akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahamanya(aspek kognitif) terhadap objek tertentu. Oleh karena itu tingkat penalaran terhadap suatu objek dan kemampuan untuk berhadapnya(aspek psikimotorik) turut menetukan sikap seseorang terhadap objek yang bersangkutan.
2.2  Model Strategi Pembelajaran Sikap
setiap strategi pembeljaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematik. Melalui situasi ini siswa diharapkan dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapbaik. Di bawah in disajikan beberapa model strategi pembelajran pembetukan sikap.
2.3  Model Konsederasi
model konsedersi dkembangkan oleh mc. Paul,seorang humanis. Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pembentukan kognitif yang rasional. Pembelajaran siswa menurunya adalah pembentukan kepribadian bukan pembentukan intelektualnya. Tujuan pembelajaran ini adalah memberikan pengaruh sikap kepedulian terhadap sesama. Kebutuhan fundemental pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lain. Atas darsar asumsi tersebut maka sebagai guru harus menjadi model dalam kelas dan memperlakukan siswa dengan rasa hormat,menjauhi sikap yang otoriter. Berkut adalah tahap-tahap konsiderasi guru dalam pembelajran:
a.       mengahadapkan siswa dalam suatu masalah yang mengandung konflik yang sering terjadi dalam kehidupan sehari hari ,ciptakan situasi seandainya siswa menghadapi masalah seperti itu.
b.      Menyuruh siswa untuk menganalisis suatu masalahdengan melihat bukan ahanya yang tampak,tapi juga melihat yang tersirah dalam suatu masalah tersebut,misalnya perassaaan,kebutuhan dan kepentingan orang lain.
c.       Memnyuruh siswa untuk menuliskan tanggapanya terhadap peramaslahn yang idhadapinya. Hal ini menekankan pada sisa untuk menelaah permasalahan yang dihadapinya dengan perasaan sebelum dibandingkan dengan respon orang lain.
d.      Mengajak siswa untuk menganalisi persaan orang lain serta membuat kategori respon yang diberikan siswa.
e.       Mendorong siswa untuk merumuskan akibatatau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa. Dalam tahapan ini siswa diajak berfikir tentang segala kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan tindakannya.
f.       Mengajak siswa memandang suatu permasalah dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan iskap yang dimiliknya.
g.      Mendorong siswa adar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihanya berdasarkan pertimbangannya sendiri. Guru hendaknya tidak menilai dari benar atau salah pilihanya. Yang diperluka adalah guru dapat membimbing mereka untuk menentukan pilihan yang lebih matang sesuai denga pertimbangannya sendiri.
2.4   Model Pembelajarn Afeksi Menurut Syekh Al Zarnuji ( Ta’limul Muta’alim )
dalam konteks agama islam maka mencari ilmu dalah suatu kewajiban yang harus dilakukan dengan tidak boleh meninggalkan tatanan syariat untuk mendapatkanya. Maka secara islami menuntut ilmu harus didasari dengan niat dan kelakuan yang baik, dan jika menuntut ilmu dengan moral yang baik, hasilnya akan baik pula. Menurut Zarnuji maka yang pertama kita harus berniat sungguh-sungguh dalam mencari ilmu dengan keiklasan. Dan pentingnya mnaruh rasa hormat kepada gurusebgai wujud penghormatan kepada ilmu itu sendiri. Maka denga hal  ini sangat penting di upayakan dalam pembelajran afeksi. Dengan menanmkan moral menghormati kepada guru maka akan juga berpengaruh pada kehidupan sosialnya.
Al zaunuri berpendapat bahwa seoran gmurid harus ta’dzim(hormat) terhadap gurunya karena hal itu dapat menyebabkan adanya barokah(manfaat dan kebaikan). Seseorang tidak akan mendapatkan ilmu serta manfaat dari apa yang dikanjinya kecuali selalu dibarengi rasa hormat ilmu yang sedang dikaji,juga guru-guru yang telah mengajarkanya. Bahkan dibumbui dengan anjuran yang bersifat mitos bagi yang seseorang yang menginginkan keturunannya menjadi seorang alim, untuk menghormati ulama dengan berbagai jalan diantaranya dengan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi para ulama.
Menurut al zarnuji di dalam melaksanakan pembelajaran maka harus selalu mengingat :
a.       Niat
b.      Cara memilih guru/sekolah dan teman
c.       Menghormati guru
d.      Kesungguhan dan kontinyuitas serta adanya cita-cita yang tinggi
e.       Selalu berpasrah diri kepada Tuhan
f.       Saling mengasihi dan menasihati antar sesama
2.5  Model Pengembangan Kogitif
Model pengemabangan kognitif dikembangkan oleh lawrence kohlberg. Model ini banyak diilhami oleh pemikiran jhon dewey dan jean piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia sebagai proses restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut kohlberg,moral manusia itu berkembang melaui tiga tingkat dan setiap tingkat terdiri dari dua tahap yaitu:
a)      Tingkat Prakonvesional
pada tingkat ini stiap individu memandang moral berdasarkan kepentingan sendiri. Artinya pertimbangan moral berdasarkan pada pandangan indifidual tanpa menghiraukan rumusan atau aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkatan ini ada 2 tahapan yaitu :
1)      orientasi hukuman dan kepatuhan
pada hakikatnya perilaku anak didsarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi. Artinya anak hanya berfikir bahwa perilaku yang benar adalah perilaku yang tidak akan mengakibatkan hukuman.
2)      Orientasi instrumental-relatif
Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada rasa adil bedasarkan aturan permainan yang telah di sepakati.
b)      Tingkat Konvensional
Pada tahap ini anak mendekati masalah didsasarkan pada hubungan individu masyarakat. Dengan demikian, pemecahan masalah bukan hanya didasarkan kepada rasa keadilan belaka, akan tetapi apakah pemecahan masalah sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Pada tingkat ini ada 2 tahap yaitu:
1)      Keselarasan antar personal
Pada tahap ini ditandai dengan setiap perilaku yang ditampikan individu didorong oleh keyakinan untuk memenuhi harapan orang lain.
2)      Sistem sosial dan kata hati
Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada dorongan untuk memenuhi harapan orang lain yang dihormatinya, akan tetapi didasarkan pada tuntutan dan harapan masyarakt.
c)      Tingkat Portkonvesional
Pada tinfkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma-norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasarkan  oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki secara individu. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap ,yaitu:
1)      Kontrak sosial
Pada tahap ini perilaku individu didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang diakui oleh masyarakat
2)      Prinsip etis dan universal
Pada tahp terakhir ini, perilaku manusia didasarkan pada pronsi-pronsip univesal. Segala macam tindakan bukan hanya didsarkan sebagai kontrak sosial yang harus di penuhi,akan tetapi didasarkan pada suatu kewajiban sebagai umat manusia.
2.6  Teknik Mengklarifikasi Nilai
Teknik mengklarifikasi nilai ( value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menetukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu permasalahan melalui proses analisis nilai yang sudah tertanam pada diri siswa.
Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggap baik tanpa memandang nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibanya, sering terjadi benturan atau konflik pada diri siswa karena tidak terjadi kecocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru.
Menurut jhon jarolimek, langkah pembelajran dengan VCT dalam 7 tahap yang dibagi dalam 3 tingkat:
1)      kebebasan memilih. Pada itnkat ini ada 3 tahap:
a)      memilih secara bebas
b)      memilih dari beberapa alternatif
c)      memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan  timbul.
2)      Menghargai. Ada 2 tahap:
a)      Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihanya.
b)      Menegaaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum.
3)      Berbuat. Terdiri 2 tahap yaitu:
a)      Kemauan dan kemampuan untuk mencoba dan melaksanakanya.
b)      Mengurangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya.
KESIMPULAN
            Dalam pembelajaran disekolah, disamping aspek pembentukan intelektual untuk mencerdaskan peserta didik dan pembentukan ketrampilan untuk mengembang kan kompetensi agar peserta didik memiliki kemampuan motorik, maka  pembentukan sikap dari peserta didik merupakan aspek yang ridak kalah pentingnya. Proses pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan atau memberikan ketrampilan tertentu saja, akan tetapi juga harus membentuk dan mengembangkan sikap agar anak berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Pembelajaran afektif berhubungan sekali dengan nilai yang sulit diukur karenan menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Hal ini tidak mudah dalam  penanamanya, sehingga butuh usaha yang sunguh dan terus menerus baik di sekolah atau di lingkungan rumah.
Oleh karena itu, pentingnya pembelajaran afektif ini maka adalah suatu keniscayaan bagi pelaku pendidikan untuk lebih intensif dalam pelaksanaanya dan tidak menganggap bahwasanya pembelajaran afektif tidak termasuk kepentingan dalam menjadikan anak didik sebagai generasi unggul yang akan menjalani kehidupan masa datang dengan lebih baik dan siap dalam segala tantangan.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, Aliy. Tanpa Tahun. Terjemah Ta’lim Muta’alim, Kudus: Menara Kudus
Djahiri. A. Kosasih.1980. Teknik Klarifikasi Nilai, Jakarta: P3G
Gulo. W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo
Jarolimek, Jhon. 1977. Social Studies Competiencies And Skill: Lerning To Teach As An Intern, New York: Mac Millan Publishing Co.Inc.

Sanjaya. Wina. 2010. Strategi Pembelajaran  Berorientasi Standart Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.




Artikel oleh : misbahul munir. Pembelajaran afeksi. Tadris. 2013. Stitma press tuban.





No comments:
Write komentar